My Holiday Movies Review: A Bug’s Life (1998)

“Ditemukan semut spesies baru: semut berwarna biru dan pink.”

Sutradara: John Lasseter, Andrew Stanton

Genre: Comedy, Drama

Pemain: Dave Foley, Kevin Spacey, Julia Louis-Dreyfus, Hayden Panettiere, Denis Leary, Phyllis Diller, Joe Ranft, David Hyde Pierce, Brad Garrett, Richard Kind, Bonnie Hunt, Jonathan Harris, Madeline Kahn, Roddy McDowall, John Ratzenberger

Durasi: 96 menit

Saya sudah menonton semua animasi produksi Pixar, kecuali A Bug’s Life dan Cars. Cukup aneh juga kalau saya melewatkan animasi kedua Pixar ini setelah Toy Story yang sukses mengangkat nama Pixar. Mungkin akan sia-sia saya me-review film ini karena saya sangat yakin sudah banyak sekali orang yang menonton film ini karena sudah berkali-kali ditayangkan di stasiun TV lokal, tetapi saya berusaha untuk konsisten pada janji awal saya untuk terus mengulas setiap film yang saya tonton pada masa liburan saya.

Sinopsis:

Sebuah koloni semut diwajibkan mengumpulkan makanan untuk melindungi diri dari serangan para belalang. Flik, seorang semut yang selalu membuat masalah tidak sengaja menjatuhkan seluruh makanan ke sungai. Hopper, pemimpin belalang memerintahkan para semut untuk mengumpulkan makanan 2 kali lebih banyak dari sebelumnya sebagai pengampunan. Flik menyarankan untuk merekrut pasukan serangga untuk melawan para belalang, dan Putri Atta mengizinkannya agar bisa menyingkirkan Flik.

Flik pergi ke kota serangga, dan menemukan sekelompok sirkus yang dianggapnya sebagai para petarung yang handal. Kelompok sirkus itu pun salah sangka menganggap Flik sebagai pencari bakat yang ingin menggunakan jasa mereka. Mereka pun kembali ke koloni semut dan disambut oleh para semut lainnya. Setelah melalui sebuah kejadian, akhirnya Flik dan kelompok sirkus tersebut saling menyadari kesalah pahamannya, tetapi semuanya sudah terlambat. Lalu apakah mereka mampu menjadi pahlawan yang sebenarnya dan melindungi para koloni semut dari serangan para belalang jahat?

Kesan Pribadi:

Terlihat jelas sekali kalau Pixar memang sebuah studio animasi yang mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas animasinya sejak dulu. Rasanya mereka memiliki sebuah formula rahasia dalam meracik sebuah cerita yang menarik. Semua itu adalah hasil ide cemerlang dari sang sutradara, yaitu John Lasseter yang dicap banyak orang sebagai reinkarnasi Walt Disney saat Disney sendiri sering kehilangan jati dirinya akhir-akhir ini. Film ini direlease 13 tahun yang lalu, namun kualitasnya sama sekali tidak terlihat kuno. Kita dimanja oleh animasi yang luwes dan background yang berwarna-warni.

Tema cerita di mana pahlawan kita pada awalnya selalu dianggap remeh dan berusaha disingkirkan oleh orang-orang di sekitarnya lalu ia berusaha untuk memperoleh pengakuan memang klise (baca: Naruto), tetapi Pixar dapat membuatnya tetap terasa fresh. Hal lain yang menurut saya menarik adalah imajinasi para animator Pixar yang besar. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana bisa kumpulan sampah para manusia bisa disusun sedemikian rupa menjadi sebuah kota yang ditinggali oleh para serangga. Pixar mampu menciptakan dunia yang unik di setiap animasinya, contohnya dunia bawah laut dalam Finding Nemo, dunia mobil yang gemerlap dalam Cars, hingga bumi yang penuh sampah dalam WALL-E. Sebuah konsep yang baik dapat menghasilkan output yang baik, yang dalam hal ini Pixar memang sudah masternya.

Satu-satunya faktor yang membuat saya kurang menyukai A Bug’s Life adalah musik. Saya tidak begitu menyukai selera bermusik Randy Newman, sang komposer film ini karena agak terkesan jadul. Saya sudah menonton trilogi Toy Story di mana Randy Newman juga mengurus musik, dan saya juga merasakan hal yang sama. Satu hal yang menarik adalah Toy Story 3 sebagai animasi Pixar dengan profit terbesar ($1 milyar) tidak merelease soundtrack-nya dalam bentuk CD. Apa ini dikarenakan penjualan soundtrack yang tidak bagus karena orang-orang mengeluhkan hal yang sama dengan saya? Tidak ada yang tahu.

Sebagai animasi kedua Pixar sebelum memproduksi animasi masterpiece seperti Ratatouille, WALL-E, dan sebagainya, nampaknya sangat sayang jika kita melewatkan A Bug’s Life. Sebagai penonton, kita bisa pula menjadi saksi perjalanan Pixar untuk menjadi studio animasi Hollywood terbaik yang diakui dunia.

Score: 4/5

1 Responses to My Holiday Movies Review: A Bug’s Life (1998)

  1. Brianna berkata:

    After sometime he becomes so associated with training and be prepared for the competition that his wife, whose covetousness no longer has
    enough control, wants him to quit teaching and become an accountant, so
    they can have more money nevertheless the teacher
    was committed to his work which he did his best to develop his team.
    Mary stood on a globe, and held a golden ball at arm’s length, just as if she were offering it up to God, her eyes directed towards heaven. So, to anybody else around, contemplating if it is still worth visiting our mid-Atlantic paradise – of course it can be, the island is as beautiful as it ever was and welcomes you wonderful it’s heart.

Tinggalkan komentar